Albari
Fakultas Ekonomi
Universitas Islam Indonesia
Abstrak
Bab yang membicarakan secara khusus tentang prosedur dan teknik penelitian yang bisa mengungkap motivasi konsumen untuk membeli suatu produk/merek tertentu. Tulisan ini mencoba memberi tambahan wacana penelitian motivasi konsumen dengan mengajukan alternatif pengukuran data yang disesuaikan dengan pendekatan teori motivasi yang digunakan.
Kata kunci: Perilaku konsumen, motivasi konsumen.
PENDAHULUAN
Dalam pembahasan tentang perilaku konsumen, terdapat banyak pengaruh yang mendasari seseorang dalam mengambil keputusan pembelian suatu produk/merek yang harus dipelajari oleh pemasar. Pada kebanyakan orang, perilaku pembelian konsumen seringkali diawali dan dipengaruhi oleh banyaknya rangsangan (stimuli) dari luar dirinya, baik berupa rangsangan pemasaran maupun rangsangan dari lingkungannya yang lain. Rangsangan tersebut kemudian diproses (diolah) dalam diri, sesuai dengan karakteristik pribadinya, sebelum akhirnya diambil keputusan pembelian. Karakteristik pribadi konsumen yang dipergunakan untuk memproses rangsangan tersebut sangat komplek, dan salah satunya adalah motivasi konsumen untuk membeli.
Menurut Wells dan Prensky (1996), motivasi sebagai titik awal dari semua perilaku konsumen, yang merupakan proses dari seseorang untuk mewujudkan kebutuhannya serta memulai melakukan kegiatan untuk memperoleh kepuasan. Sedangkan Schiffman dan Kanuk (1994) menyatakan bahwa motivasi sebagai kekuatan dorongan dari dalam diri individu yang memaksa mereka untuk melakukan tindakan.
Menyadari pentingnya motivasi tersebut, maka tulisan ini mencoba memberi gambaran dalam melakukan penelitian tentang motivasi konsumen untuk membeli suatu produk/merek. Karena suatu penelitian tidak banyak mempunyai arti jika tanpa memberikan kontribusi atau perbaikan dalam kehidupan sehari-hari, maka tulisan ini akan dilengkapi pula dengan bahasan implikasi yang mungkin dapat diperoleh dalam kebijakan pemasaran.
KONTEKSTUAL DAN KONDISIONAL
Pada setiap kegiatan penelitian, seorang peneliti perlu mengemukakan secara jelas tentang pentingnya penelitian itu dilakukan dengan tema atau judul tertentu. Penjelasan itu memuat rincian alasan atau latar belakang yang komprehensif dan sesuai dengan konteks dan kondisi obyektif, seperti yang tersirat ditunjukkan dalam tema atau judul penelitian tersebut.
Konteks penelitian berhubungan dengan penekanan penelitian pada aspek tertentu yang dianggap penting untuk diteliti, sedangkan kondisi bersangkutan dengan fenomena yang terjadi dan berkaitan dengan realitas obyek yang diteliti [perusahaan, produk, merek]. Jika kontekstual merujuk pada teori yang dipakai dan mendasari tema pokok penelitian, maka kondisi dapat dicerminkan oleh variabel, atribut, atau sifat dari obyek itu. Untuk sampai pada tingkatan kondisional, maka variabel, atribut, atau sifat obyek harus sesuai dengan muatan teori yang dipilih dalam penelitian.
Demikian eratnya hubungan antara kontekstual dan kondisional penelitian ini, sehingga tidak boleh terjadi dalam suatu penelitian terdapat alasan atau latar belakang penelitian yang tidak menyentuh penjelasan tentang teori dan obyek penelitian. Dengan kata lain, peneliti perlu menjelaskan teori yang digunakan dalam penelitian – diantara berbagai teori yang mungkin ada, dan obyek yang dipilih sudah harus tertentu.
Dalam perkembangannya terdapat beberapa teori motivasi yang dapat digunakan sebagai dasar penelitian. Masing-masing teori akan membawa implikasi yang berbeda dalam teknik pengukuran, analisis, dan implikasi pemasarannya. Namun secara sederhana, penelitian motivasi perlu bertolak pada teori tertentu dan berusaha mengungkap semua faktor atau kaadaan yang mendasari atau dorongan bawah sadar yang dapat berpengaruh pada perilaku konsumen, seperti atribut penting dari produk atau jasa pada target konsumen yang dituju (Thomas, 1998). Di antara teori motivasi yang ada dan dapat dijadikan acuan penelitian konsumen yaitu: teori kebutuhan Maslow dan teori psikoanalitik kepribadian Freud.
Dapat terpenuhinya suatu kebutuhan akan menimbulkan motivasi untuk memenuhi kebutuhan yang lain. Pemenuhan kebutuhan tersebut tersusun dalam sebuah jenjang dari tingkatan yang paling mendesak sampai dengan yang kurang mendesak, meskipun bukan berarti harus dimulai dari kebutuhan fisiologis ke atas sampai dengan kebutuhan aktualisasi diri. Tetapi selalu ada kemungkinan pengecualian dari kecenderungan tersebut. Seseorang kadang-kadang justru lebih termotivasi untuk memenuhi kebutuhan aktualisasi karena dia ingin memacu pencapaian potensi dirinya, walaupun dia mengalami kesulitan untuk membeli produk/merek tertentu.
Adapun Freud mengemukakan pendapat tentang teori psikoanalitik kepribadian bahwa sesorang itu dalam berperilaku dipengaruhi oleh id, superego dan ego. Id adalah bagian dari kepribadian yang sifatnya primitif dan impulsif serta dipunyai seseorang sejak lahir, berisi pengharapan pengharapan yang memerlukan pemuasan secepatnya, dan aktualisasinya dapat menghasilkan tindakan bawah sadar yang dapat saling berlawanan dengan realitas yang nampak. Sedangkan superego merupakan ekspresi dari dalam diri seseorang yang berhubungan atau dikembangkan dari nilai-nilai moral masyarakat, yang aktualisasinya berupa tindakan bawah sadar yang dapat menghambat atau mengurangi kekuatan impulsif id. Adapun ego merupakan konsep pengendalian seseorang, yang berfungsi sebagai penyeimbang antara kekuatan impulsif dari id dengan konstrain budaya masyarakat dari superego (Schiffman dan Kanuk, 1994). Ketiga faktor psikoanalitik tersebut mempunyai kedudukan yang sama pentingnya antara satu dengan yang lain dalam mempengaruhi perilaku. Sebab apabila terjadi salah satu lebih dominan dibandingkan yang lain akan menimbulkan ketimpangan perilaku. Jika id dibiarkan sangat dominan, maka seseorang akan cenderung mementingkan diri sendiri. Sedangkan jika superego menguasai kepribadian seseorang, dia akan rendah diri dan takut menempuh resiko hidup. Adapun jika ego terlalu besar kendalinya terhadap id dan superego perilaku seseorang akan menjadi sulit diterima oleh orang lain.
Sebagai contoh perlunya keseimbangan ketiga hal tersebut adalah tentang suatu produk/merek baru yang relatif mahal harganya akan dibeli seseorang bukan semata-mata karena kualitasnya yang baik (ego), tetapi juga karena harga yang mahal dapat meningkatkan status dan harga diri pembelinya (id). Kemungkinan pembelian produk yang mahal itu mungkin dapat ditunda, atau bahkan dibatalkan, apabila kondisi perekonomian yang sedang buruk. Hal ini supaya yang bersangkutan tidak dianggap sombongdan menghambur-hamburkan uang, sehingga tidak menimbulkan kecemburuan sosial masyarakat lingkungannya (superego).
PENGUKURAN MOTIVASI
Sebagai bagian dari aspek psikologis manusia, pengukuran motivasi dapat dilakukan dengan menggunakan teknik pengukuran yang disesuaikan dengan teori yang mendasari penelitian yang dilakukan. Selain melalui pendekatan secara kualitatif, motivasi konsumen juga dapat diketahui dengan pendekatan secara kuantitatif, yaitu dengan melakukan kegiatan survei melalui penyebaran angket kepada konsumen. Isi utama dari angket berupa identifikasi motivasi konsumen yang merujuk pada aspek-aspek penting dari teori motivasi yang digunakan dan yang ingin diketahui oleh peneliti. Di samping itu, menurut Darrel dan kawan-kawan (1994) konsumen diminta untuk menilai produk atau jasa menurut perasaan emosional mereka atau yang dapat meningkatkan nilai mereka.
Demikian pula skala pengukuran yang dipakai. Misalnya jika penelitian menggunakan teori hirarki kebutuhan manusia dari Maslow, peneliti dapat memilih menggunakan pengungkapan pernyataan konsumen berupa data angket berskala tertentu. Hal itu diperlukan juga dalam penerapan penggunaan teori psikoanalitik kepribadian Freud. Pemilihan skala pengukuran ini sekali lagi, tergantung pada teori motivasi yang dipakai.
Pemakaian skala ordinal dalam suatu penelitian bisa bermanfaat untuk mengungkapkan pernyataan mengenai lebih daripada atau kurang daripada, tanpa menyatakan nilai lebih besar atau kurangnya; skala ordinal mempunyai urutan pernyataan, tetapi tidak mempunyai jarak dan asal mulayang unik (Cooper dan Emory, 1995). Dengan skala ordinal responden penelitian dapat menyatakan pendapat tentang urutan (ranking) pentingnya karakteristik suatu obyek penelitian (Sekaran, 1994). Menilik karakteristik skala ordinal tersebut, maka penelitian motivasi konsumen dengan menggunakan teori hirarki kebutuhan manusia dari Maslow nampaknya akan lebih sesuai apabila menggunakan skala pengukuran ordinal.
Adapun penggunaan skala interval bermanfaat untuk memperoleh data dari pernyataan responden tentang penentuan kesamaan interval atau selisih; ciri-ciri skala interval pada suatu pernyataan adalah berurutan dan berjarak sama antara nilai tanggapan yang satu dengan yang lain, tetapi tidak mempunyai asal mula yang unik (Cooper dan Emory, 1995). Pengukuran dengan skala ordinal dapat diubah menjadi skala interval, apabila suatu obyek tidak lagi mempunyai urutan pentingnya karakteristik obyek itu, tetapi masing-masing karakteristik dianggap sama pentingnya (Sekaran, 1994).
ANALISIS DATA
Bentuk pengukuran motivasi dengan menggunakan angket seperti yang telah dicontohkan di atas tidak hanya diberikan kepada satu orang saja, tetapi dibutuhkan banyak orang (sampel atau populasi) agar dapat diperoleh gambaran kecenderungan motivasi konsumen untuk membeli produk/merek tertentu. Karena itu diperlukan teknik analisis statistika, baik yang diskriptif maupun yang inferensial, sehingga kesimpulan yang diambil dapat lebih informatif (berdaya guna) dan dapat dipertanggungjawabkan. Beberapa teknik analisis statistika yang dapat membantu adalah sebagai berikut:
a. Untuk memperoleh skor nilai representatif dari pernyataan motivasi konsumen dapat dipergunakan alat analisis diskriptif rata-rata hitung. Melalui alat analisis ini dapat diketahui sumbangan rata-rata masing-masing atribut terhadap total rata-rata masing-masing faktor, sehingga dapat ditetapkan kecenderungan atribut yang dominan memotivasi konsumen. Menurut Hadi (1989) dalam prakteknya sarjana-sarjana sosial banyak menggunakan rata-rata hitung ini, baik untuk data yang berskala ordinal maupun interval.
b. Untuk menguji adanya perbedaan frekuensi (proporsi) data amatan yang diperoleh dengan yang diharapkan dari masing-masing atribut pada suatu produk/merek tertentu dapat dipergunakan alat statistika: ujibeda frekuensi kai kuadrat 1-jalur dan uji beda proporsi kelompok tunggal Kolmogorov-Smirnov atau Mann-Whitney U. Melalui analisi sini dapat ditentukan ada tidaknya perbedaan mengenai harapan konsumen dengan yang dapat disediakan produsen (penjual) tentang suatu aribut produk/merek, sehingga dapat dibuat perlakuan khusus bagi atribut tersebut untuk [sedapat mungkin] memenuhi harapan konsumen.
c. Untuk menguji adanya perbedaan skor nilai dari pernyataan konsumen untuk masing-masing atribut dari serangkaian produk/merek perusahaan dan pesaingnya dapat dipergunakan alat analisis: uji beda amatan ulangan dari Friedman dan analisis varian (anava) amatan ulangan1-faktor. Dari analisis ini dapat ditentukan bahwa masing-masing produk/merek yang diteliti benar-benar disertai atau mempunyai keunikan (keunggulan) tertentu atau tidak.
d. Untuk menguji adanya hubungan atau perbedaan skor nilai dari pernyataan konsumen pada masing-masing atribut dari suatu produk/merek, dan pernyataan itu dipengaruhi pula oleh karakteristik/latar belakang konsumen (usia, pendidikan, penghasilan, dan sebagainya) dapat dipergunakan alat analisis: uji beda jenjang antar kelompok Kruskal-Wallis dan anava 1-jalur. Dengan analisis ini dapat diketahui ada-tidaknya perbedaan penilaian konsumen tentang atribut tertentu dari suatu produk/merek menurut variasi karakteristik konsumen tertentu.
e. Untuk menguji adanya hubungan atau perbedaan skor nilai dari pernyataan konsumen pada masing-masing atribut dari serangkaian produk/merek, serta dipengaruhi pula oleh karakteristik/latar belakang konsumen (usia, pendidikan, penghasilan, dan sebagainya) bisa dipergunakan alat analisis: anava 1-jalur mixed amatan ulangan 1-faktor, sehingga dapat diperoleh ada tidaknya perbedaaan penilaian konsumen tentang atribut tertentu dari serangkaian produk/merek yang diteliti berdasarkan pada variasi karakteristik konsumen tertentu.
IMPLIKASI DALAM PEMASARAN
Manfaat yang dapat diperoleh pemasar ketika menggunakan salah satu alternatif dari dua teori beserta prosedur penelitian berikutnya tentu saja dapat berbeda. Penelitian yang menggunakan skala interval sesuai dengan karakteristik pengukuran datanya yang lebih tinggi tingkatannya, dapat menghasilkan implikasi pemasaran yang lebih tajam atau rinci dibandingkan yang dengan berskala ordinal. Dalam contoh kasus di muka, skala interval tidak hanya bisa mengungkapkan pentingnya atribut itu, tetapi juga nilai pentingnya masing-masing atribut tersebut. Tetapi secara umum kedua cara itu dapat menimbulkan manfaat sebagai berikut:
Pertama, dalam strategi promosi. Pemasar dapat memperoleh data yang jelas tentang kedudukan atribut yang dianggap penting oleh konsumen, sehingga dapat memfokuskan keunggulan atribut tersebut pada program dan kegiatan promosi yang lebih efektif. Misalnya berupa tampilan iklan atau promosi penjualan yang dapat menggugah perasaan konsumen, atau membekali pengetahuan kepada armada penjualan personal yang dapat membantu mereka agar dapat lebih lancar dan familiar dalam menjelaskan karakteristik produk/mereknya kepada konsumen.
Kedua, perbaikan produk. Pemasar dapat segera memperbaiki tampilan atau isi produk/merek sebagai bentuk kepeduliannya terhadap keinginan dan permintaan konsumen, khususnya pada atribut yang dianggap tidak penting atau kurang memotivasi konsumen untuk membeli. Selanjutnya bersama-sama dengan atribut yang dianggap penting dan secara relatif telah ada pada produk/merek tersebut dapat diberitakan secara luas kepada konsumen untuk menambah kesan baik bahwa perusahaan sudah melakukan perbaikan produk/merek yang sesuai dengan keinginan dan permintaan konsumen tersebut.
Ketiga, pemilihan pasar sasaran. Apabila tanggapan pernyataan motivasi dikaitkan pula dengan data geografi (misalnya: bagian wilayah dan luas daerah), demografi (misalnya: usia, pendapatan dan pendidikan), dan sosial budaya (misalnya: agama dan kelas sosial) konsumen, maka hasil penelitian dapat digunakan sebagai dasar untuk memilih atau mengembangkan pasar sasaran yang tepat dan menguntungkan pemasar, karena program dan kegiatan pemasaran dapat terfokus sesuai dengan karakteristik konsumennya.
Keempat, prediksi penjualan. Apabila penelitian juga melibatkan merek pesaing yang setara, atau bahkan variasi produk pesaing yang sedikit berbeda dengan merek perusahaan, maka pemasar dapat memperoleh data tentang keunggulan dan kelemahan produk/mereknya di tengah industrinya, sehingga dapat ditetapkan strategi pemasaran yang tepat dalam menghadapi persaingan. Di samping data tersebut dapat pula berguna untuk prediksi pangsa pasar industri, sehingga dapat dilakukan rencana penjualan lebih tepat dan bisa menghasilkan manfaat yang terbaik bagi perusahaan.
PENUTUP
Seperti halnya dalam kegiatan penelitian yang lain, pemilihan pendekatan teori motivasi dan skala pengukuran yang dipergunakan dalam penelitian motivasi pada dasarnya harus disesuaikan dengan masalah dantujuan penelitian yang ingin dipecahkan atau dicapai. Dengan kata lain, pendekatan teori dan skala pengukuran yang satu tidak bisa menggantikan pendekatan teori dan skala pengukuran yang lain.
Dalam rangka memperoleh data yang informatif dan dapat dipertanggungjawabkan, maka peneliti tidak boleh ‘memaksa’ konsumen atau responden untuk menerima begitu saja berbagai atribut produk/merekyang diajukan peneliti. Hal itu karena peneliti itu sendiri belum tentu dalam posisi sebagai konsumen. Kalau pun sebagai konsumen, dia hanya satu dari sekian banyak konsumen produk/merek bersangkutan, sehingga atribut yang dianggap penting oleh peneliti belum tentu representatif sebagai pilihan dari konsumen lain.
Peneliti juga perlu memanfaatkan teknologi program pengolahan data, misalnya SPSS atau SAS, utamanya jika digunakan populasi atau sample besar. Dengan cara komputerisasi ini tenaga, waktu dan biaya yang dihemat akan sangat berarti, di samping akurasi perhitungan dapat diandalkan.
DAFTAR PUSTAKA
Sumber : http://journal.uii.ac.id/index.php/JSB/article/view/1027/959
0 komentar:
Posting Komentar